Breaking the Silence
Breaking the Silence berarti memecah kesunyian, artinya ketika tuna rungu wicara bertemu dengan orang yang bukan tuna rungu wicara tetapi masih diselimuti kesunyian karena masing-masing sama-sama tidak tahu cara memulai komunikasi. Dengan segala pikiran akhirnya tercipta ide sebuah sarana komunikasi alternatif yaitu bahasa isyarat, dari sinilah komunikasi terbangun dan dari kesunyian akhirnya menjadi sebuah “keramaian” yang diciptakan lewat bahasa isyarat.
Judul diatas dijadikan sebuah kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa kedokteran UNS di Kentingan. SCOME-CIMSA FK UNS sebuah organisasi dari mahasiswa kedokteran UNS mengajak Gerkatin Solo untuk berkolaborasi mengadakan kegiatan Pelatihan Bahasa Isyarat bagi Mahasiswa. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada mahasiswa pentingnya belajar bahasa isyarat untuk melakukan anamnesis bagi tuna rungu wicara. Karena tuna rungu wicara yang mau datang ke dokter sendirian tentu dibayangi oleh dokter adalah kesulitan melakukan anamnesis (diagnosa lewat interview keluhan pasien). Maka pelatihan bahasa isyarat menjadi sebuah solusinya.
Kegiatan yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 1 Oktober 2011 di kampus A Fak. Kedokteran UNS Kentingan Solo. Dengan mengundang peserta 100 orang dari berbagai kalangan mahasiswa. Dari Gerkatin Solo sendiri berpartisipasi 10 orang tuna rungu untuk menjadi partner belajar bahasa isyarat, agar peserta bisa secara langsung terlibat, merasakan pengalaman, berempati dengan tuna rungu agar tercipta komunikasi yang aksesibel. Selain itu partner didampingi oleh panitia untuk menjelaskan kepada peserta maksud yang disampaikan oleh tuna rungu demikian juga sebaliknya, semacam penerjemahlah.
Sebelumnya ada presentasi dari dosen UNS yang memaparkan tentang cara melakukan anamsesis dengan pasien termasuk didalamnya tuna rungu wicara. Disampaikan oleh bapak Andi Putranto dengan kocak juga menampilkan sebuah film tentang tuna rungu yang bisa bermain biola. Sungguh mengharukan bagi para peserta yang menyaksikannya.
Untuk kegiatan praktek anamnesis khusus tuna rungu dilakukan dengan pembagian kelompok, dengan satu tuna rungu didampingi panitia satu orang memberikan pelatihan bahasa isyarat kepada 10 orang peserta.
Suatu pemandangan yang luar biasa, sebuah keheningan muncul dan dinamika tangan bergerak saling beradu menyampaikan informasi yang harus dipikirkan oleh peserta untuk memahami dunia tuna rungu, bahasa isyarat. Kadang diselingi kicauan canda, tawa berderai karena pengalaman pertama bagi peserta mencoba mempraktekkan diri dengan meniru gerakan rekan tuna rungu.
Waktu menunjukkan menjelang sore padahal acara sudah selesai, tetapi mereka tetap ingin berinteraksi dan berbagi pengalaman.
Dari situ tercipta sebuah kehangatan dan keramahan akhirnya berbuntut saling berfoto bersama sebagai pengalaman berharga berinteraksi dengan tuna rungu.
Gerkatin Solo mengucapkan terima kasih kepada pihak ide penyelenggaran SCOME-CIMSA Fak. Kedokteran UNS untuk membangun kesadaran masyarakat akan kebutuhan akses komunikasi bagi tuna rungu.