Atraksi Gerkatin Solo di Earth Hour 60+
Menyambut datangnya peringatan Hari Bumi Sedunia atau dengan sebutan lain di acara ini adalah Earth Hour 60+ artinya masyarakat di belahan dunia mendukung peringatan ini dengan mematikan segala bentuk yang berhubungan dengan listrik seperti mati lampu, mati TV, mati komputer dan lain-lain di malam hari selama satu jam. Pada event ini diharapkan terjadi penghematan energi yang akan mempengaruhi penghematan biaya dan pengurangan emisi yang tidak bermanfaat ini. Hal ini akan membuat suasana bumi menjadi lebih tentram apalagi langit akan menjadi indah dengan melihat bintang yang lebih cerah tentunya.
Pada kesempatan ini komunitas Gerkatin Solo tidak mau ketinggalan dengan event yang unik ini dan atas tawaran dari panitia Earth Hour 60+, Gerkatin Solo akan menggelar kursus bahasa isyarat di malam hari dan mementaskan performance art berupa pantomim yang diperagakan oleh 2 orang yang terkenal suka bikin perut kocok ini.
Kegiatan tersebut dilaksanakan pada hari Sabtu, 31 Maret 2012 pas dengan suasanan Night Market di Ngarsopuro sehingga memungkinkan sesuatu yang membuat penasaran baik pedagang dan pengunjung apabila lampu dimatikan, bagaimana terjadinya transaksi berjalan di suasana gelap gulita. Ternyata hal ini bisa diantisipasi dengan memakai lampu teplok/ lampu minyak sebagai pengganti lampu listrik.
Banyak sekali animo masyarakat masih tetap untuk bisa belajar bahasa Isyarat yang diperagakan oleh komunitas tuna rungu dibantu volunteer yang setia mendampinginya. Bila saat mati lampu tiba, ternyata suasana ini malah lebih mendekatkan masyarakat dengan tuna rungu menjadi makin akrab, dengan menyalakan lilin yang tersedia.
PAda kesempatan yang emas ini Oktaviani Wulansari mempresentasikan ke masyarakat untuk meminta dukungan mereka untuk mensukseskan jalan menuju kontes Miss Deaf World 2012 di Praha. Ovik, demikian nama panggilannya sudah terdaftar sebagai peserta kontestan rencananya akan menampilkan tarian khas Jawa sebagai misi yang diemban untuk memperkenalkan budaya Indonesia khususnya Jawa di ajang internasional ini. Sekaligus mencari pengetahuan, wawasan yang terkait dengan budaya tuna rungu di Indonesia yang berbeda dengan negara lainnya.
Semoga ajang-ajang yang telah dilakukan oleh komunitas tuna rungu diatas dapat membawa manfaat bagi masyarakat akan pentingnya keberadaan tuna rungu wicara di masyarakat untuk diperlakukan sama seperti yang lainnya tanpa ada hambatan yang berarti. Sehingga pengalaman dari ajang ini dapat membuka akses tuna rungu wicara untuk dapat mengekspresikan diri lebih baik lagi menjadi manusia yang seutuhnya.
Info lengkapnya:
– Slamet Riyadi Gelap (Solopos)